Minggu, 22 Maret 2009

PETRUK FALLING IN LOVE








ARKASETA 

JATUH CINTAAAAAAAA.....!!!!


GUSTI ALLAH YANG MAHA PEMURAH……………….
Dari ujung selatan kabupaten Brebes semua awal dari kisah cinta Arkaseta…….
lokasi dengan nuansa religi mengikuti kisah cinta ini …….
akan tetapi penulis ingin mengkisahkan dengan Tokoh tokoh yang diambil dari jagat pewayangan………..
Tokoh Protagonis
1. Arkaseta 2. Ismaya 3. Astrajingga 4. Baladewa 5. Sumbadra 6. Drupadi 7. Kresna 8. Sang Manik Maya 9. Sang Wenang 10.Narada 11.Pandawa 12.Srikandi 13.Karna

Antagonis
1. Kurawa 2. Sengkuni 3. Durna 4. Basudewa 5. dan Para Kroni - Kroninya……..
Arkaseta Bertandang ke Amarta……..
Melalui ijin yang tidak teramat sulit dari sang Guru Shang Hyang Q , Arkaseta bersiap berangkat dengan hati bertanya tanya karena menurut sang guru telah terjadi sesuatu hal yang sangat menggemparkan di Amarta yang dalam hal ini amarta masih dalam kekuasaan Ordebaru yaitu bercokolnya para kurawa . perjalanan itu tadi tak ada yang istimewa dan sesampainya di Amarta kagetlah ia melihat apa yang telah terjadi padanya …….
apakah yang terjadi disana………………?????
Ironis memang ?…….. disana terjadi kejadian yang luar biasa dan diatas nalar,mereka para putri keraton sedang mengalami stress dan kesurupan ……. setan…..jin……dan para lelembut……
termasuk kepada drupadi yang saat itu masih perawan tingting………………
kejadian ini sangat merepotkan dan sangat membingungkan bagi seisi keraton terutama Sang Penguasa Amarta yaitu Prabu Manikmaya………..( cerita ini pokoke ngawur sing penting lakone Arkaseta alias Petruk……… padahal aslinya Manikmaya adalah rajanya dewa yang berkuasa dia Khayangan Kumitir ) biar agak seru jadi dewanya turun ke Amarta ……..
Sudah berpuluh puluh sayembara dilakukan dengan cara mendatangkan para orang pintar, ahli hikmah, dukun, tukang santet, paranormal, paraabnormal dan sebagainya untuk menyembuhkan penyakit para putri amarta akan tetapi sia sia belaka………
lah dalam hal ini yang berpesta pora yaitu para kurawa karna apa?
setiap kali para putri ini kesurupan maka itu merupakan kesempatan bagi mereka untuk memegang dan memeluk he….he…..
bandel memang si jin dan para lelembut itu merasuki para putri keraton……… apa yang bisa diperbuat oleh Arkaseta…????????
ikuti kisah selanjutnya dalam BABAD WAYANG - WAYANGAN….

nyambung yang kemarin

LAH ……………..
SEKARANG KITA TERUSIN LAGI CERITANYA…………………
Arkaseta sendiri bingung melihat apa yang terjadi di Amarta, dan dia juga tidak bisa berbuat apa apa karna dia merasa tidak punya keahlian ilmu ilmu perdukunan dan persantetan apalagi untuk menyembuhkan orang yang kerasukan…………………
Tapi dia tidak berputus asa …..dia mencoba berusaha ……. Apalagi ketika melihat Drupadi tergeletak tak berdaya dalam keadaan kesurupan dan menjerit jerit sedemikian rupa …………..
Lalu Arkaseta mendekati Drupadi dan aneh seketika itu juga drupadi menjadi tersadar dan sembuh dengan sendirinya tanpa Arkaseta mengeluarkan aji ajinya ……. ( ajian apa loh wong arkaseta sendiri tidak punya apa apa ).
Sehingga kejadian itu dianggap oleh sebagian penghuni Amarta bahwa arkaseta mempunyai keahlian untuk menyembuhkan orang kesurupan. Akan tetapi anehnya ketika Arkaseta beranjak pergi dari Drupadi maka kembali kesurupan merasuki Drupadi……
Kejadian itu berulang ulang akhirnya mau tidak mau Arkaseta terus menemani dan menjaga Drupadi saat dia sedang tertidur ataupun sedang dalam keadaan sadar…..
Dari pertemuannya dengan Drupadi rupanya membuat kedekatan antara arkaseta da Drupadi , apalagi bagi seorang arkaseta Drupadi adalah sosok yang cantik melebihi bidadari bidadari khayangan ataupun istri istri Arjuna…… Arkaseta sadar bahwa benih benih Asmara telah tumbuih didalam hatinya tapi dia tidak mampu untuk mengutarakannya karena dia sadar siapa Drupadi dan siapa dirinya, perbedaan yang sungguh amat sangat jauh ………….ibaratnya bagai pungguk merindukan bulan….
Namun sepertinya kasih sayang Arkaseta kepada Drupadi membuat hati Drupadi tenang dan damai ….. tapi apa daya Arkaseta hanya bisa memendam perasaannya yang teramat dalam sepertinya dia baru merasakan jatuh cinta yang sebenarnya……….
Arkaseta “ Drupadi…….., aku boleh ga menganggapmu adikku ? kebetulan adik kandungku telah dinikahi oleh Burisrawa……..???!!!!
Drupadi “ Tidak apa – apa….. Ka”
Arkaseta “ De……!? Kayaknya sudah saatnya kakak pamit mau melanjutkan pengembaraan ini “
Drupadi “ Secepat itukah kakak pergi meninggalkan Drupadi sendiri ? “ Kakak tega banget sich ?!!! “
Arkaseta “ Jujur de….. sebenarnya kakak tidak ingin meninggalkan Ade dalam keadaan seperti ini tapi kakak tidak enak dengan para Pandawa dan Kurawa sepertinya mereka mulai mencurigai kedekatan kita ……. Apalagi temenku Gareng dia agak mulai curiga…………
Drupadi ” Ka…..kakak tenang aja Ka Gareng udah aku anggap seperti kakakku juga sama seperti aku ngannggap kakak….”
Arkaseta ” tapi de….. ?????!!!!”
Drupadi ” udahlah ka …… nggak usah pergi dulu …..!??”
Arkaseta ” aduh gimana ya……???” nanti kakak pikir pikir dulu dech……..,
Drupadi ” nah gitu dong……..! ”
keadaan seperti biasanya canda tawa antara Arkaseta dan Drupadi mencair kembali tapi seketika itu Arkaseta jadi termenung akan tujuannya datang ke Amarta……. keadaan itu membuat Drupadi bertanya tanya …..
Drupadi ” ada apa ka ? ”
Arkaseta ” sepertinya kakak harus pergi besok dech……”
Drupadi ” emang kenapa ? tadi bukannya mau tinggal agak lebih lama ?? …. kakak jahat……!” Drupadi cemberut
Arkaseta ” de….( sambil mengusap rambut drupadi ) kakak teringat janji kakak untuk kembali besok ke pesanggrahan Guru kakak di Tanah Gede……”
oh…. begitu ya……. ya udah kalo kakak sudah ada janji dengan guru kakak , ade hanya bisa mendoakan semoga selamat dan hati hati ya ka……?!
ya…. kamu juga hati hati ya de ….. jaga kesehatanmu …., ya dah kakak pamit dulu ya …. kakak mau ketemu sama si Gareng ….
ya udah ….. hati hati ka…..
Arkaseta kemudian keluar dari tamansari amarta dan bergegas menuju kediaman teman lamanya Gareng ……
Gareng ” gimana truk ? ( panggilan akrabnya arkaseta oleh gareng)
Arkaseta ” bagaimana apanya ?
itu drupadi …. udah mendingan ya …?
arkaseta ” gak juga ……!!!! !”
terus gimana ? lah kamu sendiri mau kemana ?
aku mau pamit reng….. aku mau balik ke Tanah Gede…..!
lah kalo kamu pergi terus drupadi bagaimana kalo kerasukan lagi,…..
aku nggak tahu reng …. aku juga bingung nih…! satu sisi aku harus kembali ke Tanah Gede disisi lain aku gak tega ninggalin drupadi dalam keadaan seperti itu …..!!!????
ya udahlah …… nanti kalo ada apa apa sama drupadi biar aku yang jagain …., kamu gak usah kawatir….!!!!
terima kasih reng…. aku titip drupadi ya……. pokoknya jagain dia jangan sampai kenapa napa…..
tenang aja truk…… gini gini aku juga dekat sama dia……???@!!!!
iya aku tahu….. drupadi udah cerita bnyak tentang kamu……
emang dia cerita apa saja truk….
ada dech…????!!!!!!!
ah kamu…..
dah ya reng aku mau pamit juga sama guru kita Sang Manik maya….. ( arkaseta lalu pergi menuju keraton Raja Manikmaya )
tanpa berbincang lama dengan sang raja akhirnya arkaseta pamit untuk kembali ke Tanahgede di pertapaan LokaDipa

ULAS SEJARAH
sebelum kita meneruskan sebuah perlakonan yang cukup ngawur alangkah baiknya kita mencari tahu siapa sejatinya Arkaseta, Semar dan beberapa perlakonan dalam Babab Wayang2an.........
berhubung nulisnya repot maka aku kutip saja dari salah satu situs, kalo ga salah ....
begini ceritanya.......

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.

Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.

Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.


Asal-Usul dan Kelahiran

Lukisan Semar gaya Surakarta.

Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.

Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.

Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.

Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.

Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.


Silsilah dan Keluarga

Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
Batara Wungkuham
Batara Surya
Batara Candra
Batara Tamburu
Batara Siwah
Batara Kuwera
Batara Yamadipati
Batara Kamajaya
Batara Mahyanti
Batari Darmanastiti

Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.


Pasangan Panakawan

Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.

Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.


Bentuk Fisik

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.


Keistimewaan Semar

Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.

Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.

Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

 

 

GARENG

 

Nama lengkap dari Gareng sebenarnya adalah Nala Gareng, hanya saja masyrakat sekarang lebih akrab dengan sebutan “Gareng”.


Riwayat
Perhatian: Bagian di bawah ini mungkin akan membeberkan isi cerita yang penting atau akhir kisahnya.

Gareng adalah purnakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam melangkahkan kaki. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul.

Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari saudaranya sendiri yaitu Petruk.

Dulunya, Gareng berujud ksatria tampan bernama Bambang Sukodadi dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu menantang duel setiap ksatria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan ksatria lain bernama Bambang panyukilan. Karena suatu kesalah pahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para ksatria Pandawa yang berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia (Ismaya) memberi nasihat kepada kedua ksatria yang baru saja berkelahi itu.

Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua ksatria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Dempel, titisan dewa (Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua kesatria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak tertuang (sulung) dari Semar.

 

Petruk adalah punakawan yang tinggi dan berhidung panjang. Dalam suatu kisah berjudul Petruk Menjadi Raja, dia memakai nama Prabu Kantong Bolong Bleh Geduweh. Menurut versi Sunda, Petruk ini bernama Dawala.

Petruk anak Semar yang bermuka manis dengan senyuman yang menarik hati, panda berbicara, dan juga sangat lucu. Ia suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya. Petruk pernah menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan bernama Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak ada yang dapat mengalahkannya selain Gareng

 

Ciri Fisik

Sebagai seorang panakawan yang sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble.

Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.


Asal-Usul

Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.

Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.

Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama Resi Manumanasa yang kelak menjadi leluhur para Pandawa. Ketika Manumanasa hendak mencapai moksha, Semar merasa kesepian dan meminta diberi teman. Manumanasa menjawab bahwa temannya yang paling setia adalah bayangannya sendiri. Seketika itu pula, bayangan Semar pun berubah menjadi manusia, dan diberi nama Bagong.

Bagong Zaman Kolonial

Gaya bicara Bagong yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para dalang untuk mengritik penjajahan kolonial Hindia Belanda. Ketika Sultan Agung meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram. Raja baru ini sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama dengan pihak VOC-Belanda.

Keluarga besar Kesultanan Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai Anjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.

Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para dalang untuk mengritik penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas tetap mempertahankannya.

Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura. Sejak tahun 1745 Kartasura kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi perpecahan yang berakhir dengan diakuinya Sultan Hamengkubuwana I yang bertakhta di Yogyakarta.

Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.

Akhirnya, pada zaman kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran Surakarta pun kembali menampilkan empat orang panakawan dalam setiap pementasan mereka. Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang biasanya hanya muncul dalam gara-gara saja.


Bagong Jawa Timuran

Dalam pewayangan gaya Jawa Timuran, yang berkembang di daerah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang dan sekitarnya, tokoh Semar hanya memiliki satu orang anak saja, yaitu Bagong seorang. Bagong sendiri memiliki anak bernama Besut.

Tentu saja Bagong gaya Jawa Timuran memiliki peran yang sangat penting sebagai panakawan utama dalam setiap pementasan wayang. Ucapannya yang penuh humor khas timur membuatnya sebagai tokoh wayang yang paling ditunggu kemunculannya.

Dalam versi ini, Bagong memiliki nama sebutan lain, yaitu Jamblahita.

 

GARENG lazim disebut sebagai anaknya Semar, dan masuk dalam golongan panakawan. Aslinya, Gareng bernama Bambang Sukskati, putra Resi Sukskadi dari padepokan Bluluktiba. Bertahun-tahun Bambang Sukskati bertapa di bukit Candala untuk mendapatkan kesaktian. Setelah selesai tapanya, ia kemudian minta ijin pada ayahnya untuk pergi menaklukan raja-raja.

Gareng dadi Ratu

Di tengah perjalanan Bambang Sukskati bertemu dengan Bambang Panyukilan, putra Bagawan Salantara dari padepokan Kembangsore. Karena sama-sama congkaknya dan sama-sama mempertahankan pendiriannya, terjadilah peperangan antara keduanya. Mereka mempunyai kesaktian yang seimbang, sehingga tiada yang kalah dan menang. Mereka juga tak mau berhenti berkelahi walau tubuh mereka telah saling cacad tak karuan. Perkelahian baru berakhir setelah dilerai oleh Semar/Sanghyang Ismaya. Karena sabda Sanghyang Ismaya, berubahlah wujud keduanya menjadi sangat jelek. Tubuh Bambang Sukskati menjadi cacad. Matanya juling, hidung bulat bundar, tak berleher, perut gendut, kaki pincang, tangannya bengkok/tekle/ceko (Jawa). Oleh Sanghyang Ismaya namanya diganti menjadi Nala Gareng, sedangkan Bambang Panyukilan menjadi Petruk.
Nala Gareng menikah dengan Dewi Sariwati, putri Prabu Sarawasesa dengan permaisuri Dewi Saradewati dari negara Salarengka, yang diperolehnya atas bantuan Resi Tritusta dari negara Purwaduksina. Nala Gareng berumur sangat panjang, ia hidup sampai jaman Madya. 

lah kalo dalam pewayangan versi Cirebon , Punakawan lebih termodifikasi menjadi banyak........

Semar, Petruk, Gareng, Bagong, Bagal Buntung, Curis, Duwalat, Ceblok, Gitarota,.........



bersambung maning………

Rabu, 25 Februari 2009

Suradira jayaningrat lebur dening pangestuti3



PM. KMI DARUNNAJAT

Pruwatan – Bumiayu –Brebes 52273

Suradira
jayaningrat lebur dening pangestuti

Selepas Pandang…….

Berawal dari titah sang Guru ( KH. Imam Zarkasy ) Pendiri dan Pengasuh PM. Gontor
kepada muridnya ( KH.Aminuddin Masyhudi ) untuk segera memanfaatkan
sgala ilmu kejalan Illahi maka beliau beserta Ayahnya KH. Masyhudi
mencoba dengan ketegehuan hati untuk mendirikan sebuah yayasan yang
bernama Khaerul Huda yang mana dalam perkembangannya didalam yayasan
tersebut ada berbagai intansi pendidikan dari mulai TK sampai tingkat
Aliyah . Kemudian singkat cerita sekitar tahun 1980-an berdirilah satu rumah keselamatan (Darunnajat ) dimana diharapkan setiap penghuninya dapat keselamatan dari Tuhan YME. Kejadian demi kejadian terus berlanjut, proses demi proses terus berkembang, alumni demi alumni terus bergiliran datang dan kemudian pergi dengan harapan dapat memanfaatkan sgala ilmu yang tlah didapat. System demi system telah berproses dan pada akhirnya
PM. KMI Darunnajat mencoba memadukan dua unsure Yaitu Salafie ( dari
Pondok pondok dahulu ) dan Modern ( dari pondok modern Gontor ).

PM. KMI Darunnajat

merupakan satu intansi pendidikan yang bernuansa religi yang dikemas
dengan sentuhan modern akan tetapi tidak pernah menghapus system
salafi berupa telaah dan kajian kitab – kitab kuning dengan
berpegangan tetap pada I’rab – I’rab Al Imam
Nawawi. Eksistensi peradaban telah menuntut banyak dunia kepondokan untuk ikut serta dalam geliatnya. Hal ini membuat PM. KMI Darunnajat ikut memproyeksikan
diri kedalamnya dengan pertimbangan manfaat, dengan adanya berbagai
kegiatan ekstra didalamnya diharapkan PM. KMI Darunnajat mampu
membentuk para santrinya menjadi militant dan tidak gaplek ( gagap
Tekhnologi ).

Kurikulum

  • Departemen Agama

  • PM. Gontor

  • Salafie

Ekstra

  • Muhadhloroh ( Pelatihan Ceramah
    ) dengan 3 bahasa

  • Kepanduan

  • Taekwondo, Olahraga lainnya

  • Muhadastah

  • Band music dengan berbagai
    aliran

  • Khadroh

  • Seni Kaligrafhy

  • The Green ( komunitas pencinta
    lingkungan )

  • Kursus Komputer ( Windows,
    word, Corel, Photoshop,)

  • Keorganisasian

  • Kejurnalan and kritik

  • Dll.

Kajian
Kitab – Kitab

Fiqh

  • Fiqhul Wadih

  • Safinah

  • Kifayah al akhyar

  • Fathul Wahab, dll

Nahwu– Sharaf

  • Jurumiyah

  • Alfiyah ibnu aqil dll

Linguistic

  • Arab dan Inggris

Dan masih banyak
lagi yang lainnya …………………
aku bingung nyebutinya abis komplek sih……..

Kelupaanku……….
Bukan karna ketidak cintaanku kepadamu wahai lautanku

Keterpurukanku ………….
Bukan karna kekeruhanmu …

wahai lautku……….

Akan tetapi semua
karna alpa diri ini ……………

Semua
karna……………………..
kebodohanku……………………..

Selamat pagi
Pondoku………….

Semoga Damai dan
slalu mendapat bimbingan dari Allah SWT……

Dan terhindar dari

Kemunafikan……………..

Keserakahan……………….

KKN dan sgala
keterburukan…………

Oh……..
Lautanku…………

Shalawat dan salamku
slalu teruntai untuk Sang Maestro Jagad Muhammad SAW………

Doaku……
untuk Guru besarku………………………….

KH. Aminuddin
Masyhudi beserta Gen…….dan silsilahnya……

Para guru2ku…………………….
Ust. Taufiq Hidayat, Ust. Subhie Tarib, Ust. Syakowi, Ust. Abdul
Wahab, Ust. Boeam tea, Ust. Fauzie, Ust. Tanaji, Ust. Sofwan Imam,
Ust. Barjan, Ust. Tsabit,

Para sohib2ku……………………..
ATM , Akik ( teruslah berjuang untuk pondok kita !!!!!!............),
Afif, Qosim, Fariq, pokoke kabeh dech………


Senin, 23 Februari 2009